Jumat, 03 Juli 2009

MANAJEMEN KAS DALAM UANG PERSEDIAAN

Pendahuluan
Pada hakikatnya pembayaran atas beban APBN tidak boleh dilakukan sebelum barang/jasa diterima. Demikian yang tercantum dalam pasal 21 ayat (1) Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Hal ini dimaksudkan bahwa pengeluaran yang dilakukan negara benar-benar terjadi terhadap barang/jasa yang sudah diterima dan siap untuk dimanfaatkan. Dengan demikian, mekanisme pembayaran atas beban APBN akan menggunakan sistem pembayaran langsung.

Namun tidak semua pengeluaran negara dapat dilaksanakan dengan pembayaran langsung, terutama untuk pengeluaran-pengeluaran insidentil yang jumlahnya relatif kecil. Terhadap pengeluaran demikian, untuk kelancaraan pelaksanaan tugas kementerian negara/lembaga/satuan kerja kepada Pengguana Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran.

Pengeluaran negara dengan menggunakan sistem pembayaran langsung jika dikaitkan dengan manajemen kas tentunya tidak mengakibatkan terjadinya idle money pada Bendahara Pengeluaran. Tapi tidak halnya pada mekanisme uang persediaan. Banyak terdapat idle money dengan diberlakukannya sistem pembayaran ini jika ditinjau dari peraturan yang ada. Sedangkan tujuan utama manajemen kas yang baik salah satunya adalah mengurangi terjadinya idle money pada Bendahara Pengeluaran.

Tulisan yang dibuat dalam rangka memenuhi persyaratan mengikuti seleksi Bimbingan Teknis Jurnalistik dan Manajemen Media ini hendak menyoroti betapa peraturan yang ada tentang mekanisme uang persediaan masih menciptakan peluang lebih besar lagi terjadinya idle money pada Bendahara Pengeluaran. 

Pengertian Uang Persediaan
Uang Persediaan yang selanjutnya disebut UP adalah uang muka kerja dengan jumlah tertentu yang bersifat daur ulang (revolving), diberikan kepada Bendahara Pengeluaran hanya untuk membiayai kegiatan operasional kantor sehari-hari yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung. 

An imprest fund is the method currently employed to allow an office to make reimbursements for small cash purchases or miscellaneous payments. This fund is replenished on a revolving basis when a reimbursement voucher is submitted to the Denver Finance Center (DFC).

Mekanisme Penggunaan Uang Persediaan
Seluruh mekanisme penggunaan uang persediaan yang disebut berikut ini disarikan dari Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor PER-66/PB/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Uang persediaan diberikan kepada bendahara berdasarkan SPM-UP yang diajukan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran yang dibebankan pada akun pengeluaran transito. Akun 825111 digunakan pengeluaran uang persediaan yang dananya berasal dari rupiah murni, akun 825112 digunakan untuk uang persediaan yang berasal dari Pinjaman Luar Negeri dan akun 825113 untuk uang persediaan yang dananya berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Uang persediaan dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran Belanja Barang dengan kategori 5211 (Belanja Barang Operasional), 5212 (Belanja Barang Non Operasional), 5221 (Belanja Jasa), 5231 (Belanja Pemeliharaan), 5241 (Belanja Perjalanan Dalam Negeri), dan 5811 (Belanja Lain-lain). Keseluruhan belanja barang tersebut merupakan belanja operasional kantor yang rutin ada setiap saat.
Batas pemberian uang persediaan pun bervariatif tergantung pada jumlah dana dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) untuk masing-masing belanja barang yang diperkenankan UP. Untuk satker dengan pagu belanja barang yang bisa di-UP-kan sampai dengan Rp. 900.000.000,- maka besaran UP-nya adalah 1/12 pagu, maksimal dapat diberikan Rp. 50.000.000,-. Satker yang memiliki pagu Rp. 900.000.000,- sampai dengan Rp. 2.400.000.000,- maka besaran UP-nya adalah 1/18 pagu, maksimal dapat diberikan Rp. 100.000.000,-. Sedangkan bagi satker dengan pagu di atas Rp. 2.400.000.000,-, UP dapat diberikan sebesar 1/24 pagu, maksimal dapat diberikan Rp. 200.000.000,-. Ketentuan ini tidak bersifat rigid bagi satker, karena besaran tersebut dapat berubah berdasarkan ketetapan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Setelah dana UP dipergunakan sekurang-kurangnya 75% dari jumlah yang diterima, segala pengeluaran yang telah dilakukan dapat dilakukan penggantian untuk mengisi kembali dana UP sehingga saldonya kembali normal. Penggantian dana UP berlaku sekaligus sebagai pengesahan atas pengeluaran yang dilakukan. Pengajuan penggantian UP dilakukan dengan SPM-GU yang dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB). Pembayaran yang dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran kepada satu rekanan/penerima dengan menggunakan UP tidak boleh melebihi Rp. 10.000.000,- kecuali untuk pembayaran honor.

Dalam hal satker yang bersangkutan belum dapat mengajukan penggantian karena penggunaan belum mencapai 75%, sementara dibutuhkan pendanaan melebihi sisa dana yang tersedia, maka satker dimaksud dapat mengajukan permintaan Tambahan Uang Persediaan. Tambahan UP dimungkinkan sampai batas Rp. 200.000.000,- atau jika hendak melebihi batas itu harus mendapat dispensasi dari Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan setempat.

Sedangkan untuk penyediaan UP bagi dana yang berasal dari PNBP dapat diberikan sebesar 20% dari pagu dana PNBP pada DIPA maksimal Rp. 500.000.000,-. Apabila UP tersebut tidak mencukupi, dapat mengajukan Tambahan UP sebesar kebutuhan riil satu bulan dengan memperhatikan batas maksimum pencairan.

Uang Persediaan dan Manajemen Kas
Langkah termudah untuk menghindari idle money adalah dengan melakukan pembayaran dengan sistem pembayaran langsung. Atau setidaknya mengurangi pembayaran dengan sistem uang persediaan jika masih belum dapat dihindari sistem tersebut. Banyak terdapat hal-hal yang tidak sejalan dengan tujuan manajemen kas yang baik dari pengaturan mekanisme UP sebagaimana disebutkan di atas.

Banyaknya kategori belanja barang yang dapat diperkenankan pengeluarannya dengan mekanisme UP mengakibatkan besarnya UP yang harus diberikan. Hal ini tentunya dapat memperbesar idle money di Bendahara Pengeluaran. Seharusnya ada pembatasan terhadap belanja barang yang dapat diperkenankan UP, misalnya terhadap belanja pemeliharaan (5231) dan perjalanan dinas (5241) yang jumlahnya melebihi Rp. 10.000.000,-. Untuk pengeluaran-pengeluaran tersebut seharusnya dilakukan dengan pembayaran langsung kepada pihak ketiga yang berhak atau yang melakukan perjalanan dinas. Mekanisme UP seharusnya juga tidak diterapkan terhadap akun 5811 (Belanja Lain-Lain) yang pada hakikatnya belanja tersebut tidak terkait langsung dengan operasional rutin kantor. 

Pengaturan batas pemberian UP sebenarnya sudah tepat dengan mengklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok batas maksimal UP yang dapat diberikan. Hanya saja pengaturan tentang batasan ini dapat dikecualikan berdasarkan permohonan satker yang bersangkutan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. Seharusnya jika satker merasa bahwa jumlah maksimal UP yang dapat diberikan masih kurang untuk membiayai pengeluaran yang dilakukan melalui UP, mereka dapat mengajukan permintaan Tambahan UP. Pemberian disepensasi untuk dapat diberikan UP di atas batas maksimal yang telah ditetapkan menambah besar jumlah uang yang menganggur di dalam pengelolaan bendahara. Jika dikembalikan kepada konsep dasar, bahwa berapapun besarnya UP pada bendahara adalah merupakan idle money yang seminimal mungkin harus dikurangi jumlahnya. 

Ketentuan batas minimal penggunaan 75% dari UP yang diterima untuk dapat dilakukan penggantiannya juga tidak sejalan dengan manajemen kas yang baik. Di sana terdapat kemungkinan adanya idle money setidaknya 25% dari nilai UP. Jika terdapat satu satker yang memiliki nilai UP sebesar Rp. 200.000.000,- (batas tertinggi UP yang dapat diberikan), maka jika satker bersangkutan mengikuti ketentuan bahwa ia dapat meminta penggantian setelah UP minimal digunakan sebesar Rp. 150.000.000,- (75%) maka akan terdapat uang yang menganggur di tangan bendahara sebesar Rp. 50.000.000,- sampai satker yang bersangkutan mengajukan penggantian UP. Jumlah tersebut akan menjadi sangat fantastis ketika diasumsikan hanya 10% dari sekitar 21.972 satker yang ada dan memiliki UP Rp. 200.000.000,- menerapkan ketentuan penggunaan minimal 75%, maka akan terdapat idle money untuk sekali pengajuan penggantian UP saja sebesar Rp. 109,85 milyar. Suatu jumlah yang sangat disayangkan jika dana tersebut tidak dipergunakan dan dibiarkan mengendap di tangan para bendahara. Oleh karena itu, seharusnya batas minimal UP yang sudah digunakan untuk dimintakan penggantiannya ditingkatkan pada batas antara 90-95% hingga hanya menyisakan idle money 5-10% dari UP. 

Jumlah idle money yang disebabkan mekanisme UP lebih besar lagi terjadi pada pemberian UP untuk satker yang dananya berasal dari PNBP. Betapa tidak, mereka dapat diberikan UP sebesar 20% dari pagu dengan maksimal UP sebesar Rp. 500.000.000,-. Sementara untuk mempertanggungjawabkan dana UP yang diterimanya tersebut, satker bersangkutan harus menyertakan bukti setoran PNBP minimal sebesar UP yang diterima agar dana UP dapat diisi kembali sejumlah yang telah dibelanjakan. Waktu untuk mengumpulkan bukti setoran PNBP sejumlah yang ditetapkan biasanya berbeda-beda pada setiap satker PNBP. Namun tetap saja akan terdapat idle money sampai terdapat bukti setoran PNBP. Untuk penentuan batasan UP dari PNBP ini seharusnya dapat mengikuti ketentuan untuk pemberian UP yang berasal dari dana rupiah murni atau bantuan luar negeri sebagaimana yang telah dibahas di atas.

Penutup
Dalam rangka pelaksanaan pembayaran atas beban APBN tidak dapat dihindari adanya pembayaran dengan menggunakan sistem Uang Persediaan disamping dengan menggunakan pembayaran langsung. Penggunaan sistem uang persediaan memungkinkan terjadinya idle money, karena pada hakikatnya uang persediaan itu sendiri adalah uang yang menganggur. Upaya menekan jumlah uang yang menganggur merupakan salah satu tujuan langkah pelaksanaan manajemen kas yang baik. Oleh karena itu perlu adanya peninjauan ulang terhadap peraturan mengenai uang persediaan menuju pelaksanaan manajemen kas yang baik.


Reposting dari : http://rahmanjakarta.wordpress

Tidak ada komentar:

Posting Komentar